Simak! Ini Dia 4 Sumber Kekecawaan dalam Pernikahan

Penulis: Cahyadi Takariawan, PenulisBuku Wonderful Family

Ada banyak sebab mengapa suami dan istri saling kecewa. Beberapa hal berikut ini sering menjadi sumber kekecewaan dalam kehidupan pernikahan:

Pertama , Berharap Kesempurnaan Pasangan

Apa yang anda bayangkan tentang sosok suami? Apa yang anda bayangkan tentang sosok istri? Setinggi apapun harapan anda kepada pasangan, harus dilandasi pemahaman bahwa dirinya adalah manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Sebagaimana diri anda sendiri juga manusia yang memiliki banyak kekurangan dan kelemahan.

Adalah hal yang mustahil untuk berharap kesempurnaan pasangan. Tidak ada manusia sempurna, maka jangan berharap memiliki pasangan yang sempurna tanpa cacat. Ketika pernikahan diilhami oleh kisah-kisah roman dari film, sinetron, novel, kadang menimbulkan harapan yang berlebihan. Kisah cinta dramatis dalam film Hollywood, sinetron, drama Korea, dan novel-novel percintaan pada umumnya, adalah sebuah citra buatan yang semu, tidak nyata.

Begitu kuat citra semu dari kisah roman yang didasarkan atas fantasi itu, hingga mempengaruhi perilaku banyak laki-laki dan perempuan di muka bumi. Tanpa sadar mereka tergiring untuk memiliki imajinasi dan harapan yang berlebihan terhadap pasangan. Seperti apakah sosok lelaki dan perempuan idaman, mereka ambil rujukannya dari novel, film dan sinetron fantasi.

Dampaknya mudah ditebak. Mereka cepat mengalami kekecewaan dan ketidakpuasan dalam kehidupan pernikahan. Karena diri dan pasangannya adalah nyata. Sementara kisah roman yang dibaca dan ditonton adalah semu.

Untuk itu, jangan berharap kesempurnaan dari pasangan. Karena rumus pernikahan yang berhasil tidaklah menghajatkan kesempurnaan. Pernikahan bahagia adalah tentang bagaimana seorang lelaki biasa saja –yang tidak sempurna– mencintai seorang perempuan biasa saja –yang tidak sempurna, lalu keduanya bersedia berproses menuju kondisi yang lebih baik secara bersama. Kuncinya ada pada usaha atau proses menuju kondisi yang lebih baik secara bersama.

Tidak perlu ideal dan sempurna untuk bahagia. Kita bisa berbahagia di tengah berbagai kekurangan dan kelemahan yang kita miliki. Rasakan kehadiran cinta dan kebahagiaan dalam diri anda berdua.

Tanpa harus menunggu diri dan pasangan anda menjadi ideal dan sempurna.

Ada banyak sebab mengapa suami dan istri saling kecewa. Beberapa hal berikut ini sering menjadi sumber kekecewaan dalam kehidupan pernikahan.

 Kedua , Berharap Pasangan Selalu Bersikap Sesuai dengan Keinginannya

Sering kali suami menuntut istri agar selalu bersikap yang sesuai dengan keinginannya; demikian pula istri menuntut suami agar selalu bersikap yang sesuai dengan keinginannya.

Tuntutan seperti itu tidak bisa selalu dipenuhi, karena semua manusia dewasa sudah memiliki jati diri hasil dari pengalaman hidup dan pendidikannya selama ini. Maka pasti ada sikap suami yang tidak sesuai keinginan istri, sebagaimana pasti ada sikap istri yang tidak sesuai dengan keinginan suami.

Kita selalu memiliki banyak keinginan dalam kehidupan sehari-hari, sampai kadang-kadang tidak bisa mendefinisikan apakah itu semata-mata keinginan sesaat, atau sebuah kebutuhan yang penting bagi diri kita. Yang menjadikan kecewa adalah, ketika pasangan sering tidak mengerti keinginan kita.

Suami berharap mendapat suatu perlakuan tertentu, ternyata itu tidak didapatkan dari sang istri. Sebaliknya istri berharap mendapatkan perlakuan tertentu dari suami, namun ternyata itu tidak pernah didapatkan.

Sikap pasangan yang sering tidak sesuai keinginan inilah yang menjadi sumber kekecewaan dalam pernikahan. Tumpukan kekecewaan jika tidak memiliki penyaluran, bisa muncul dalam bentuk ledakan emosi serta kemarahan.

Maka lahirlah konflik dan pertengkaran, akibat menumpuknya kekecewaan kepada pasangan.

Ada banyak sebab mengapa suami dan istri saling kecewa. Beberapa hal berikut ini sering menjadi sumber kekecewaan  dalam kehidupan pernikahan.

 Ketiga , Berharap Pasangan Selalu Mengerti Dirinya

Gambaran ideal memiliki pasangan yang selalu mengerti dan memahami dirinya, seringkali menjadi sumber kekecewaan. Karena seiring dengan perjalanan waktu, ditambah dengan kesibukan yang semakin padat, menyebabkan perhatian suami dan istri terpecah kepada banyak urusan.

Jika saat pengantin baru masih bisa fokus memperhatikan pasangan, maka setelah punya anak, bertambah banyak kegiatan dan agenda, orang tua atau mertua yang semakin renta juga butuh perhatian, akhirnya tidak bisa lagi fokus hanya memperhatikan pasangan.

Pada dasarnya yang diperlukan oleh suami dan istri adalah berusaha untuk saling mengerti dan saling memahami pasangan. Bukan hanya menunutut untuk dimengerti dan dipahami oleh pasangan. Jika yang muncul hanyalah tuntutan dan harapan sepihak, maka kekecewaan akan lebih mudah didapatkan.

“Engkau tidak pernah mengerti keadaanku”, merupakan ungkapan kekecewaan terhadap pasangan yang banyak terjadi dalam kehidupan pernikahan. Suami menuduh istri tidak mengerti kondisi dirinya; istri menuduh suami tidak mengerti keadaan dirinya. Keduanya saling tuduh menuduh, menuding pasangannya tidak mengerti tentang dirinya.

Yang diperlukan adalah usaha untuk semakin mendalami kondisi dan keadaan pasangan, agar semakin mengerti dan memahami. Namun jangan mudah kecewa jika harapan dimengerti belum kunjung terpenuhi.

 Keempat , Berharap Pasangan Menjadi Sama Dengan Dirinya

Ada suami yang berharap istrinya memiliki karakter yang sama dengan dirinya; sebagaimana istri berharap suaminya memiliki karakter yang sama dengan dirinya. Harapan seperti ini juga berdasarkan  kepada hal yang tidak realistis, mengingat karakter laki-laki dan karakter perempuan adalah dua hal yang khas.

Mereka tercipta dengan kromosom yang berbeda, hormon yang berkembang dalam diri mereka tidak sama, memiliki struktur otak yang berbeda, lalu bagaimana diminta menjadi sama? Tentu tidak realistis.

Sampai berapa lamapun suami istri hidup bersama dalam rumah tangga, akan tetap memiliki sisi-sisi yang berbeda dalam dirinya. Tidak akan pernah sama. Sampai akhir hidupnya, istri tetap menjadi perempuan yang lengkap dengan potensi keperempuanan dan ego keperempuanan.

Sebagaimana suami, sampai akhir hidupnya ia adalah seorang lelaki yang lengkap dengan potensi kelelakiannya dan ego kelelakiannya. Mereka tidak akan pernah berubah menjadi makhluk yang sama.

Yang bisa mereka lakukan adalah saling memahami dan menghormati dalam berbagai perbedaan yang tak bisa dihindari. (*)