Lewat e-Voting, 93 Persen Masyarakat Karimun Pilih Taksi Online daripada Oplet

Hasil e-voting di Kabupaten Karimun. (ft ernis)

Karimun  – Penolakan yang dilakukan sopir angkutan kota (Angkot) atau oplet terkait keberadaan taksi online di Pulau Karimun, mendapat tanggapan dari masyarakat Karimun umumnya.,

Dampak penolakan sopir oplet dari berbagai trayek ini kerap menimbulkan kejadian di antara kedua pihak. Bahkan, baru-baru ini ada kejadian bentrok dan pemukulan hingga berujung pelaporan ke pihak kepolisian.

Pada tahun 2024 lalu, para penyedia jasa ini (Angkutan Darat) yang di antaranya adalah Taksi Pelabuhan, Oplet dan Taksi Online telah dipertamukan dan dimediasi.

Saat itu yang muncul dalam rapat adalah persoalan titik penjemputan di Pelabuhan Domestik, kemudian pelabuhan KPK dan persoalan di RSUD.

“Ada sifatnya kesepakatan saat itu dan dituangkan dalam bentuk surat dan memang ada masa berlakunya, saat itu mendesak mengingat Pilkada,”kata Adrison SH selaku Kuasa Hukum Maxim menjelaskan, belum lama ini.

Pada Februari 2025, tambahnya, para pihak kembali diundang mengingat perjanjian itu telah habis masa berlakukan dengan tujuan untuk kembali membuat yang baru.

“Dan pada intinya, pada pertemuan terakhir 13 Maret 2025 sebagai tindak lanjut pertemuan bulan Pebruari 2025 di gedung Dinas Perhubungan sudah ada kesepakatan yang baik, dan para pihak sudah setuju tetapi pihak oplet tidak setuju dengan memunculkan persoalan baru,”katanya.

Persoalan tersebut tambahnya pihak oplet memunculkan bunyi PM 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus dimana dalam Pasal 1 ayat 7 disana berbunyi bahwa penjemputan dari pintu ke pintu.

“Sehingga mereka mengasumsikan pengambilan penumpang tidak boleh di tepi jalan umum, harus ke pintu rumah masyarakat, ini kan keliru pemahamannya,”katanya.

Sementara itu, Ernis P Hutabarat, S.H,.M.H,.CML menambahkan munculnya e-voting dalam menentukan kehadiran Taksi Online di Karimun sangat penting mengingat kondisi tersebut bersentuhan langsung dengan masyarakat.

“Jalan terakhir memang harus masyarakat yang menentukan, karena merekalah yang merasakan dan yang menggunakan, kita sebagai penyedia jasa tidak serta merta yang memaksa karena pengguna jasa juga dilindungi oleh undang-undang,”katanya.

Ernis menjelaskan, sejak awal kondisi pengguna jasa di Karimun berbanding terbalik dibandingkan dengan daerah lain, dimana di Karimun penggunananya adalah didominasi 80% masyarakat karimun.

“Sejak awal saya sudah katakan, bahwa pengguna jasa angkutan darat itu sangat berbeda kondisinya di Karimun, dimana didarah lain penggunanya adalah pendatang (wisata), sedangkan di Karimun penggunanya hampir 80% adalah masyarakat Karimun, sedangkan pendatang hanya 20% saja artinya kebutuhan angkutan itu murni untuk masyarakat Karimun,” jelasnya.

Ernis menegaskan bahwa ada aturan yang melindungi mereka, di antaranya Undang-Undang dan aturan mulai dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek.

 “Jadi memang e-voting adalah merupakan jalan tengah, biarkan masyarakat yang menentukan karena mereka memiliki hak sebagai pengguna jasa,”paparnya.

Hasil per 26 Maret 2025, hasil e-voting terlihat bahwa sebanyak 93 persen lebih masyarakat Karimun membutuhkan taksi online, sementara itu, hanya mendapat kurang dari 7 persen.

Bagi masyarakat Kabupaten Karimun yang inig berpartisipasi memberikan tanggapannya, dapat mengakses melalui https://pollingkita.com/polling447490-polling-menurut-masyarakat-karimun-jenis-jasa-angkutan-mana-yang-paling-di-inginkan-masyarakat-karimun . (msa)