Ini Dia Tradisi Masyarakat di Sumatra saat Rayakan Lebaran Idulfitri

Tradisi rumpak di Palembang, Sumatra Selatan. Tradisi yang mrngusung kegembiraan saat berkunjung ke rumah tetangga seusai salat Id. (foto antara)

Setiap daerah di Indonesia menyimpan kekayaan budaya yang beragam, termasuk saat merayakan Idulfitri. Masyarakatnya selalu memiliki cara unik dalam menyambut Lebaran. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh masyarakat di Sumatra, pulau seluas 473.481 kilometer persegi.

Mayoritas dari hampir 60 juta jiwa penduduk pulau bernama lain Andalas itu merupakan pemeluk Islam dan mengembangkan beragam tradisi budaya yang unik dan menarik ketika berlebaran. Bukan hanya tradisi saling bermaafan, masyarakat Sumatra juga melampiaskan sukacitanya menyambut hari kemenangan dengan berkeliling mengunjungi sanak saudara dan para tetangga.

Misalnya, tradisi batobo yang ada di masyarakat Provinsi Riau, yaitu acara mengarak saudara-saudara mereka yang baru pulang dari perantauan untuk berlebaran. Mereka akan diarak keliling kampung dan melintasi persawahan sambil diiringi bunyi tetabuhan yang menambah meriah suasana.

Tak berhenti sampai di situ saja karena malam harinya para perantau diundang hadir pada acara syukuran yang berisi pengajian, tilawah Al-Qur’an dan juaranya bisa mendapatkan seekor kerbau. Ajang batobo ini selalu dinanti masyarakat karena mereka ingin melihat perantau pulang kampung setelah mencapai sukses di perantauan.

Seperti dilansir Indonesia,go.id, tradisi turun-temurun masyarakat di Kelurahan Kuto Batu Kampung Arab 14 Ulu dan Kelurahan 1 Ulu Kecamatan Seberang Ulu, Kota Palembang, Sumatra Selatan juga menarik disimak ketika lebaran.

Namanya rumpak-rumpakan, yaitu sebuah tradisi budaya berkeliling mengunjungi rumah-rumah tetangga di suatu kampung atau sanjo sambil diiringi tabuhan rebana serta mengumandangkan selawat.

Tradisi rumpak-rumpakan dimulai ketika masyarakat usai melaksanakan salat Id. Para tetua adat akan mengumpulkan warga dan pemuda dalam suatu grup, lalu memulai perjalanan sanjo ke rumah warga ditingkahi bunyi rebana yang dimainkan oleh kaum pria. Persinggahan pertama adalah rumah terdekat dari lokasi berkumpulnya peserta rumpak-rumpakan.  

Saat berkunjung ke rumah warga, peserta rumpak-rumpakan ini akan dihidangkan aneka kuliner asli Palembang seperti tekwan, kue-kue kering dan basah oleh tuan rumah. Uniknya, jika di dalam rombongan rumpak-rumpakan diikuti juga oleh anak-anak, maka tuan rumah akan memberikan uang hadiah lebaran kepada mereka.

Itulah sebabnya kegiatan ini banyak diminati anak-anak karena mereka menantikan pembagian uang lebaran. Sebelum rombongan rumpak-rumpakan berpamitan, mereka akan menggelar doa bersama. Nah, bicara uang hadiah lebaran, di Sumatra Barat juga berkembang tradisi manambang yang dilakukan oleh anak-anak usai mereka mengikuti salat Id.

Mereka akan membentuk satu kelompok sendiri dan mulai berkeliling mendatangi rumah-rumah tetangga untuk bersilaturahmi. Setelah dipersilakan masuk, mereka akan disuguhi makanan dan ketika hendak berpamitan, tuan rumah pun akan memberikan hadiah uang lebaran kepada rombongan cilik ini.

Kemudian ada tradisi bakar gunung api. Tunggu dulu, ini bukan betul-betul ingin membakar gunung api, melainkan sebuah istilah milik suku Serawai di Bengkulu untuk menyambut hari kemenangan. Sejatinya, kegiatan ini dilakukan saat malam terakhir Ramadan selepas salat Isya. Nama aktivitasnya adalah ronjok sayak. Yaitu membakar tumpukan batok kelapa yang dilakukan di depan rumah masing-masing warga.

Pada bagian puncak dari susunan batok yang tingginya bisa mencapai hampir dua meter tadi ditaburi sabut kelapa serta sedikit minyak tanah. Kemudian, sabut tadi disulut api dari obor dan membuat suasana malam menjadi terang benderang.

Masih ada lagi tradisi seru dari Pulau Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Namanya badulang atau makan bersama yang diikuti oleh warga di satu kampung untuk merayakan lebaran. Setelah melaksanakan salat Id dan bermaaf-maafan bersama para tetangga, dilanjutkan acara makan bersama di halaman masjid atau surau.

Makanan yang merupakan hasil sumbangan warga diletakkan di atas nampan enamel dengan menu utama lontong dan aneka kuliner khas Belitung. Setiap nampan dapat dinikmati oleh empat orang, dan mereka harus mengambil lauk secara bergantian. Peserta paling muda harus mengambilkan nasi dan lauk-pauk serta dibagikan kepada tiga peserta lainnya.

Acara makan baru dimulai ketika peserta paling tua memulai suapan pertamanya, baru diikuti yang lain. Menu-menu yang tersaji biasanya berupa gangan yaitu sejenis gulai berkuah kuning berisi potongan daging, baik itu ikan kembung, sapi atau ayam, dan dicampur ubi kuning. Ada juga menu ayam bumbu ketumbar, satai ikan, teri goreng, lalapan, sampai sambal sereh. Untuk sayurannya bisa berupa tumis buncis wortel.

Peserta badulang wajib menghabiskan makanan mereka sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Tradisi turun-temurun ini selalu ditunggu masyarakat karena dapat mempererat hubungan antartetangga. (*/rsd/mrj)