Dahulu, daerah Moro disebut dengan Pulau Sebene. Namun ada juga yang menyebut Menene.
Lalu, sejak lapan pulau ini disebut Pulau Moro? Belum dapat diketahui secara pasti, akan tetapi yang jelas nama Moro itu sendiri berasal dari sebuah pulau yang terletak di depan Pulau Sebene.
Dikutip dari disbud.keprigov.go.id, awal mula ceritanya, antara pulau Moro dan Pulau Sebene, pada masa lalu, adalah satu tanah. Pada saat air surut orang dapat berjalan kaki menuju kedua pulau tersebut. Apabila air pasang mereka juga dapat mengarung atau menaiki sampan.
Pada suatu ketika antara kedua pulau ini retak, kemudian membelah menjadi dua. Pada awalnya jaraknya hanya sejengkal, kemudian menjadi sehasta dan selanjutnya bertambah besar dan hanyut, sehingga menjadi bertambah jauh.
Kini, antara kedua pulau tersebut dapat dilalui kapal-kapal barang yang hendak menuju ke Tanjungbatu Pulau Kundur, Selat Panjang maupun Pekanbaru, Riau.
Asal nama Moro terjadi karena suatu peristiwa pada masa Kerajaan Malaka. Di kerajaan Malaka, menghadaplah putra mahkota Raja Malaka kepada ayahandanya untuk mengunjungi sanak family dan sahabat yang berada di daerah Indragiri.
Suatu hari Kapal mereka telah kehabisan air. Atas permintaan putra mahkota kapal tersebut berhenti dan berlabuh di antara Pulau Perisai Terumbu laut (berada di wilayah Moro, red) untuk mencari air sebagai persediaan di kapal.
Pergilah hulu balang yang pertama bernama hulu balang Salim, Setelah berupaya mencari di berbagai tempat, tidak juga menemukan sumber air, akhirnya Salim menghadap putra mahkota bahwa di daerah tersebut tidak ada air.
Kemudian, diutuslah lagi hulu balang bernama Saher, dengan tujuan yang sama yaitu Pulau Selintas Harus Tengah. Namun nasib belum berpihak karena belum menemukan sumber air.
Kali ini, putra mahkota dan kedua hulu balang tadi pergi turun bersama-sama dengan tujuan lokasi yang beda yaitu Kepulauan Selintang Arus Darat (di Pulau Moro).
Walaupun mereka turun bersama, sesampai dipulau tersebut mereka mencari secara berpencar. Tak lama kemudian dari arah tanjungpulau itu, berlari-lari hulu bala Saher kea rah putra mahkota, dengan raut muka yang pucat pasi dan gemetar serta berkata tersendat-sendat, yang terdengar hanya “tu-tuanku-kita me-meroh” .
Setelah ditenangkan oleh putra mahkota barulah Saher dapat berkata dengan jelas, rupanya ia telah menemukan harta yang banyak dalam tempayan yang berupa emas berlian.
Kemudian putra mahkota dan kedua hulu balang pergi melihat dan mengambil harta tersebut. Kerena senangnya putra mahkota mendapat harta tersebut lalu ia mengambilnya sambil berkata ”kita meroh-kita meroh” berulang kali .
Setelah kejadian itu tergerak lah hatinya untuk memberi nama pulau itu dengan nama pulau Meroh yang berarti banyak atau mewah. Harta itu diperkirakan adalah harta rampasan milik para lanon yang disimpan dipulau tersebut.
Kemudian, lama-kelamaan berubahlah penyebutan nama Meroh menjadi Moro oleh masyarakat daerah tersebut. (**/rsd)