Menjorok hingga ke Badan Jalan, Proyek Halte Sekolah di Singkep Diduga Langgar Aturan

Halte yang dibangun di SMPN 1 Dabo Singkep ini dituding langgar aturan. (ft wandy)

Lingga – Proyek pembangunan fasilitas umum berupa halte sekolah oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Lingga menuai kritik dari berbagai pihak.

Proyek yang menggunakan APBD Lingga 2024 ini berlokasi di dua sekolah, yakni SMA Negeri 1 Dabo Singkep dan SMP Negeri 1 Dabo Singkep. Kritikannya terkait pelaksanaannya yang justru diduga menimbulkan persoalan baru.

Halte yang semestinya menunjang kenyamanan dan keselamatan pelajar itu dibangun menjorok ke bahu jalan. Ini tentu berpotensi mengganggu lalu lintas kendaraan besar, bahkan dianggap melanggar aturan perundang-undangan.

Berdasarkan pantauan posisi dua halte tersebut berdiri persis di bibir jalan aspal, menjorok ke arah jalan dan mengambil ruang bahu jalan. Atap halte bahkan terlihat menggantung di area lintasan kendaraan.

Bila kendaraan besar seperti bus sekolah atau truk melintas, sangat besar kemungkinan warga yang ada di halte tersebut terserempat, bahkan bagian atap haltenya bisa juga menyangkut kendaraan yang melintas di kawasan halte itu.

Tak hanya akan membahayakan pengendara, tetapi juga berpotensi mengancam keselamatan mereka yang menggunakan fasilitas tersebut.

Anggota Organisasi Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Lingga, Azerah menilai pembangunan halte tersebut tidak hanya cacat dari sisi teknis, tetapi juga bertentangan dengan regulasi hukum yang berlaku.

H jelas bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang menyatakan bahwa trotoar adalah bagian dari fasilitas pendukung lalu lintas. Dan halte ini jelas mengambil alih fungsi trotoar dan bahu jalan.

“Proyek halte di SMP Negeri 1 Singkep dan SMA Negeri 1 Singkep sudah sangat menyalahi aturan,” kata Azerah, kemarin.

Ia menambahkan, gangguan terhadap fungsi perlengkapan jalan seperti trotoar dan bahu jalan bukan sekadar pelanggaran ringan, tetapi bisa dikenakan sanksi pidana. Hal itu tertuang dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 274 ayat (2) serta Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ.

“Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan. Dalam konteks ini, pembangunan halte yang memakan bahu jalan termasuk dalam kategori gangguan. Hukumannya jelas pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda hingga Rp250 juta,” jelasnya.

Selain permasalahan legalitas, proyek halte sekolah ini juga dipersoalkan dari sisi kualitas dan efisiensi anggaran. Menurut informasi yang dihimpun, proyek yang memiliki pagu anggaran cukup fantastis ini dikerjakan secara tergesa-gesa di tengah musim penghujan.

“Akibatnya, konstruksi fisik disebut asal jadi, bahkan waktu pengerjaannya molor dari jadwal yang tertulis dalam papan proyek,” ujarnya. (wand/sar)